Back to top

Seperti Sepakbola Indah, Rehabilitasi Juga Perlu Tiki Taka

Kamis, 13 Oktober 2016 ,

Anda bagi kaum pecinta sepakbola pasti paham betul dengan gaya sepakbola indah ala Jogo Bonito (red : Sepakbola indah ala Brasil), atau Tiki Taka ala Barcelona. Seperti halnya strategi permainan sepakbola cantik, strategi atau kebijakan penanganan pengguna narkoba pun bisa dilakukan dengan cara atau style yang indah.

Konsep pelaksanaan rehabilitasi bisa dikatakan solusi yang sangat indah, baik untuk para pengguna narkoba maupun penegak hukum. Sayang, keindahan ide ini belum sepenuhnya diimbangi dengan realitas di lapangan. Masih banyak distorsi, serta resistensi dari berbagai pihak. Ibarat bermain bola, ya tentu harus memiliki tujuan yang sama yaitu mencetak gol. Dalam rehabilitasi, tentu tujuannya sama, yaitu mencetak pribadi baru yang sehat, abstinen atau bersih dari narkoba, dan berkarya. 

Kembali kepada analogi yang ingin penulis sampaikan tentang gaya tiki taka, konsep ini jelas mengandalkan kerja sama dengan satu dua sentuhan yang solid, kecepatan dari belakang ke depan, disempurnakan dengan ketenangan saat menentukan sasaran.

Mari kita kupas satu persatu, mulai dari bagaimana mengandalkan kerja sama yang kuat.

Persamaan Pandangan

Membangun kerja sama bukanlah hal mudah, karena hal ini membutuhkan kelenturan dan fleksibilitas masing-masing pihak untuk saling menahan ego dan mengedepankan misi mulia yaitu menekan angka penyalahgunaan narkoba. Dengan kesamaan misi tentu menjalankan misi akan lebih mudah, sehingga dalam kerja sama pun akan terjalin harmonisasi yang luar biasa.

Tujuh pihak pengemban fungsi yang terkait dengan penanganan pengguna narkoba sudah memerankan fungsinya masing-masing, dan mencurahkan buah pemikiran untuk mencapai sasarannya.

Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kepolisian, plus Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan Badan Narkotika Nasional telah mengambil masing-masing posisi untuk sama-sama bahu membahu menggiring bola  penyelamatan pengguna narkoba. Dari kesepakatan ini lahir terobosan penting, yaitu tim asesmen terpadu yang berperan penting untuk menentukan apakah pengguna narkoba ini hanya pecandu murni atau merangkap penjahat.

Setelah semua sepakat, satu visi dan misi maka strategi akan mudah dilakukan, dan sasaran akan lebih mudah ditentukan, meski banyak hambatan yang menghadang.

Aliran Cepat Dari Hulu Ke Hilir

Dengan konsep penanganan yang ideal, maka penanganan pengguna narkoba dari hulu ke hilir mestinya lebih cepat. Jika dikaitkan dengan gaya sepakbola tiki-taka, maka aliran bola itu akan sangat cepat merambat dari belakang ke depan gawang. Sama saja seperti dalam kasus penanganan pengguna, maka dari hulu atau garis depan, ketika pengguna ditangkap, penyidik akan langsung meminta tim asesmen untuk melakukan penentuan terhadap tersangka, apakah pengguna murni atau merangkap yang lain. Proses ini pun tidak butuh waktu yang lama, karena maksimal dalam enam hari sudah bisa diputuskan. Ketika dipastikan orang ini pengguna murni maka ia akan mendapatkan rehabilitasi sesuai dengan tingkat keparahannya, sambil menjalani proses hukum. Lalu proses demi proses berjalan dengan cepat, hingga ke penuntutan hingga akhirnya ke persidangan. Di persidangan, hakim pun tidak akan ragu-ragu lagi untuk mengambil keputusan, karena jika sedari awal sudah diputuskan orang ini benar-benar pengguna murni maka rehabilitasi ini akan jadi vonis yang seratus persen penuh dengan nilai humanis.

Dukungan Penuh Jangan Separuh-Separuh

Ketika seorang pengguna narkoba berada di panti rehabilitasi, ternyata masalah belum sepenuhnya final. Pada dasarnya, indahnya rehabilitasi itu bisa tercermin jika semua anggota keluarga mendukung upaya pemulihan sang anggota keluarga yang terkena narkoba.

Dari sebuah diskusi yang penulis hadiri di TVRI beberapa waktu lalu, rehabilitasi harus didukung seluruh pihak. Dalam sebuah proses rehabilitasi, ada yang namanya Family Support Group (FSG). Dengan forum seperti ini, keluarga bisa mendapatkan pehamahan tentang adiksi, atau dengan kata lain, keluarga juga diberikan ruang untuk mendapatkan model terapi. Jadi intinya ketika yang direhabilitasi bukan hanya penggunanya akan tetapi juga anggota keluarga yang lainnya.

Katakanlah sang anak jadi pengguna narkoba, maka idealnya sang ibu dan bapaknya proaktif untuk ikut serta mendapatkan  layanan terapi. Bentuknya, adalah para orang tua mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang adiksi.

Ke depan, setelah sang anak usai menjalani rehabilitasi, maka sang orang tua bisa lebih tenang dan memberikan kepercayaan penuh pada sang anak untuk kembali berintegrasi atau berinteraksi sosial.

Ketika para orang tua sudah paham, maka ia tidak akan lagi paranoid, dan terbelenggu stigma karena sudah tahu bagaimana cara memperlakukan anaknya. Fakta yang ada saat ini, banyak  sang anak yang kembali mengonsumsi narkoba karena tidak diberikan kepercayaan penuh oleh keluarga dan masyarakat karena stigma. 

Program Berkelanjutan Akan Elegan

Nah, jika program rehabilitasi itu sudah dijalani oleh seorang klien, maka harus ada program kelanjutan yang tak kalah ciamiknya. Jika program itu putus tengah jalan, maka akan dikhawatirkan mereka akan kembali ke komunitas yang lama dan akhirnya kambuh deh.

Sobat Dedihumas, ketika seseorang usai menjalani program rehabilitasi, maka ideal sekali jika dilanjutkan dengan program after care atau pasca rehabilitasi. Beberapa waktu lalu, penulis pernah mengunjungi sebuah yayasan yang sampai saat ini cukup konsisten menjalankan program after care bagi para mantan penyalah guna narkoba.

Terletak di daerah Kalibata, dan cukup dekat dengan markas Slank, penulis terkesan dengan sebuah bangunan berlantai dua ala Bugis. Orang di sana menyebutnya rumah Bugis memang.

Di kolong rumah, terdapat sebuah bengkel mobil eropa, sementara di halaman tampak sejumlah pemuda pemudi berlatih musik, dan di lantai dua ada yang sibuk membuat hasta karya dari Koran bekas. Eh, ternyata kesibukannya bukan hanya itu, di sudut rumah ada pemuda pemudi juga yang sedang mencuci dan menyetrika pakaian.

Penasaran dengan ramainya aktivitas, penulis akhirnya berbincang-bincang dengan Ibu Aisah Dahlan, seorang dokter yang sudah berkecimpung di dunia rehabilitasi selama lima belas tahun terakhir ini.

Kata sang dokter, ini adalah bentuk kegiatan after care yang dikelola oleh Yayasan Sahabat Rekan Sebaya. Mereka diberdayakan sesuai dengan minat dan bakatnya, usai menjalani rehabilitasi.

Ternyata banyak yang sudah sukses lho sahabat dedihumas. Dikatakan Bu Aisah, dari beberapa mantan penyalah guna, ada yang sudah bisa buka usaha sendiri seperti usaha bengkel mobil, ternak kelinci hias, pekerja seni dan banyak lagi yang lainnya.

Dari pantauan penulis, aura kekeluargaan dan kasih sayang itu memang sangat kuat. Tampak juga kepercayaan diri dari mereka-mereka yang pernah jadi kaum terbuang. Dari sorot mata mereka terpancar bahwa masa depan itu masih terang benderang. So, rehabilitasi dan pasca rehabilitasi itu penting kawan, lihatlah pancaran mata kawan-kawan kita yang sudah terselamatkan. Indah bukan?

Re-post: http://dedihumas.bnn.go.id/archives/section/artikel


Artikel Lain